Sabtu, 31 Desember 2011

REVIEW JURNAL 11

REVIEW JURNAL
KOPERASI INDONESIA: POTRET DAN TANTANGAN
Sumber       
http://jodybaadillah.blogspot.com/2010/11/koperasi-indonesia-potret-dan-tantangan.html

NAMA KELOMPOK :
1. Amanda Fajriyah ; 20210595 ; fajriyahamanda
2. Anggi Cynthia Devi ; 20210817 ; anggicynthiadevi
3. Debby Nur ; 21210725 ; deby_kibitverz       
4. Dyah Nawang Wulan ; 22210228 ; nawangwulan_06
5. Ika Widiyawati ; 23210408 ; iqqha_widiya

 ABSTRAK
Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Pengurus koperasi dipilih dari kalangan dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota.Ada kalanya rapat anggota tersebut tidak berhasil memilih seluruh anggota Pengurus dari kalangan anggota sendiri.Hal demikian umpamanya terjadi jika calon-calon yang berasal dari kalangan-kalangan anggota sendiri tidak memiliki kesanggupan yang diperlukan untuk memimpin koperasi yang bersangkutan, sedangkan ternyata bahwa yang dapat memenuhi syarat-syarat ialah mereka yang bukan anggota atau belum anggota koperasi (mungkin sudah turut dilayani oleh koperasi akan tetapi resminya belum meminta menjadi anggota).

PENDAHULUAN
I.     Latar Belakang
1.       Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
2.       Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
3.       Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
4.       Selama ini “koperasi” di­kem­bangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja  terbesar ba­gi penduduk Indonesia. KUD  sebagai koperasi program  yang didukung dengan program pem­bangunan  untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan seperti yang se­lama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik  pem­bangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh).

II. POTRET KOPERASI INDONESIA
5.       Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggota ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil.
6.       Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter­sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta  menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha  terutama KUD.
7.       Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
8.        Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan  terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal.
9.       Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini  telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.

III.       KEMANFAATAN KOPERASI
10.       Secara teoritis  sumber kekuatan koperasi  sebagai badan usaha  dalam konteks kehidupan perekonomian , dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli dengan derajat monopoli tertentu . Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru dapat menimbulkan kerugian bagi anggota  masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan lain adalah kemampuan memanfaatkan berbagai potensi  external economies yang timbul di sekitar ke­giat­an ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut ha­nya dapat dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri dari adanya external diseconomies itu.
11.   Kehematan-kehematan yang dapat menjadi sumber kekuatan ko­perasi  memang tidak terbatas pada nilai ekonomis nya sema­ta. Kekuatan itu juga dapat bersumber dari faktor non-ekono­mis yang menjadi faktor berpengaruh secara tidak langsung ter­hadap kegiatan ekonomi anggota  masyarakat dan badan usaha koperasi . Sehingga manfaat atau keuntungan koperasi pada dasarnya selalu ter­kait dengan dua jenis manfaat, yaitu yang nyata (tangible)  dan yang tidak nyata (intangible).  Kemanfaatan koperasi ini ju­ga selalu berkaitan dengan keuntungan yang bersifat eko­no­mi dan sosial. Karena koperasi selain memberikan keman­fa­atan ekonomi juga mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap aspek so­sial seperti pendidikan,  suasana sosial kemasyarakatan, ling­kungan hidup,  dan lain-lain. Pembahasan ini difokuskan kepa­da manfaat yang mendasari digunakannya mekanisme  koperasi .
12.   Dalam hal ini koperasi mempunyai kekuatan yang lain kare­na koperasi dapat memberikan kemungkinan pengenalan teknologi  baru melalui kehematan dengan mendapatkan infor­masi  yang langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang me­mer­lukannya. Kesemuanya itu dilihat dalam kerangka peran­­an koperasi  secara otonom bagi setiap individu anggotanya yang te­lah memutuskan menjadi anggota koperasi. Dengan de­mi­kian sepanjang koperasi dapat menghasilkan kemanfaatan ter­sebut bagi anggotanya maka akan mendorong orang untuk ber­koperasi karena dinilai bermanfaat.
13.   Dalam konteks yang lebih besar koperasi dapat dilihat se­ba­gai wahana koreksi oleh masyarakat pelaku ekonomi, ba­ik produsen maupun konsumen, dalam memecahkan kega­gal­an pasar dan mengatasi inefisiensi karena ketidaksempur­na­an pasar. Secara teoritis  koperasi akan tetap hadir jika terjadi ke­gagalan pasar. Jika pasar berkembang semakin kompetitif se­cara alamiah koperasi akan menghadapi persaingan  dari da­lam. Karena segala insentif  ekonomi yang selama ini didapat ti­dak lagi bisa dimanfaatkan. Sehingga sumber kekuatan untuk tetap mempertahankan hadirnya koperasi terletak pada ke­mam­­puan untuk mewujudkan keuntungan tidak langsung atau intangible  benefit yang disebutkan di muka.
14.   Dalam kerangka yang lebih makro suatu perekonomian  me­ru­pakan suatu bangunan yang terdiri dari berbagai pelaku yang dikenal dengan kelompok produsen dan kelompok kon­sumen. Di dalam suatu negara  berkembang  organisasi ekono­mi dari masing-masing pelaku tadi menjadi semakin kompleks. Ka­rena selain pemerintah dan swasta (perusahaan  swasta) se­be­nar­nya masih ada dua kelompok lain yaitu koperasi dan sek­tor  rumah tangga. Kelompok yang disebut terakhir, perlu men­dapatkan pencermatan tersendiri, karena mungkin ia dapat bera­da di dalam koperasi, atau menjadi suatu unit usaha  sen­diri, atau merupakan pendukung usaha  swasta  yang ada. Inilah yang sebenarnya perlu kita lihat dalam kerangka yang lebih luas.
15.   Secara konseptual dan empiris, mekanisme  koperasi  me­mang diperlukan dan tetap diperlukan oleh suatu perekonomi­an  yang menganut sistem pasar.  Besarnya peran tersebut akan sangat tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pengetahuan dan kesadaran  masyarakat serta struktur  pasar  dari berbagai kegiatan ekonomi dan sumber daya alam dari sua­tu negara.  Contoh klasik dari pentingnya kondisi pasar yang kompatibel dengan kehadiran koperasi adalah pengalaman koperasi susu dimana-mana di dunia ini selalu menjadi contoh sukses (kasus bilateral monopoli). Padahal sukses ini tidak selalu dapat diikuti oleh jenis kegiatan produksi pertanian lainnya. Koperasi sebagai mekanisme  kerjasama  ekono­mi juga tidak mengungkung dalam sistemnya sendiri yang ter­ba­tas pada sistem dan struktur koperasi, tetapi dalam inte­rak­si dapat meminjam mekanisme bisnis yang lazim dipakai oleh badan usaha  non-koperasi. Termasuk dalam hal ini pem­ben­tukan usaha  yang berbentuk non koperasi  untuk memper­ta­hankan kemampuan pelayanan  dan menegakkan mekanisme koperasi  yang dimiliki.

IV.      POSISI KOPERASI DALAM PERDAGANGAN BEBAS

16.   Esensi perdagangan bebas  yang sedang diciptakan oleh ba­nyak negara  yang ingin lebih maju ekonominya adalah meng­­hilangkan sebanyak mungkin hambatan perdagangan inter­nasional. Melihat arah tersebut maka untuk melihat dampak­nya terhadap perkembangan koperasi  di tanah air dengan cara mengelompokkan koperasi ke dalam ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan atas dasar: (i) koperasi produsen  atau koperasi yang bergerak di bidang  produksi,  (ii) koperasi konsumen  atau koperasi kon­sumsi, dan (iii) koperasi kredit dan jasa  keuangan. Dengan cara ini akan lebih mudah mengenali keuntungan yang bakal timbul dari adanya perdagangan bebas  para anggota  koperasi dan anggota koperasinya sendiri.
17.   Koperasi produsen  terutama koperasi pertanian memang meru­pa­kan koperasi yang paling sangat terkena pengaruh per­dagangan bebas  dan berbagai liberalisasi. Koperasi pertanian di seluruh belahan dunia ini me­mang selama ini menikmati proteksi  dan berbagai bentuk sub­sidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka produksi  barang yang dihasilkan oleh ang­gota  koperasi tidak lagi dapat menikmati perlindungan seper­ti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor  dari ne­gara  lain yang lebih efisien.
18.   Untuk koperasi-koperasi yang menangani komoditi sebagai pengganti impor  atau ditutup dari persaingan  impor jelas hal ini akan merupakan pukulan be­rat dan akan menurunkan perannya di dalam percaturan pa­sar kecuali ada rasionalisasi produksi.  Sementara untuk koperasi yang menghasilkan barang pertanian  untuk ekspor seperti minyak sawit, kopi, dan rempah serta produksi  pertanian dan perikanan maupun peternakan  lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas. Karena berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang untuk pening­katan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Dalam konteks ini koperasi yang menangani produksi  per­tanian,  yang selama ini mendapat kemudahan dan per­lin­dungan pemerintah melalui proteksi  harga  dan pasar akan meng­hadapi masa-masa sulit. Karena itu koperasi produksi  ha­rus merubah strategi kegiatannya. Bahkan mungkin harus me­reorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. Untuk koperasi produksi  di luar pertanian  memang cukup sulit untuk dilihat arah pengaruh dari liberalisasi perdagangan terha­dapnya. Karena segala sesuatunya akan sangat tergan­tung di posisi segmen  mana kegiatan koperasi  dibedakan dari para anggotanya. Industri kecil misalnya sebenarnya pada saat ini relatif berhadapan dengan pasar yang lebih terbuka. Artinya mereka terbiasa dengan persaingan  dengan dunia luar untuk memenuhi pemintaan ekspor maupun berhadapan dengan ba­rang pengganti yang diimpor. Namun cara-cara koperasi juga dapat dikerjakan oleh perusahaan bukan koperasi.
19.   Secara umum koperasi di dunia akan menikmati manfaat be­sar dari adanya perdagangan bebas,  karena pada dasarnya per­dagangan bebas itu akan selalu membawa pada persaingan  yang lebih baik dan membawa pada tingkat keseimbangan har­ga  yang wajar serta efisien. Peniadaan hambatan per­da­gangan akan memperlancar arus perdagangan dan terbukanya pilih­an barang dari seluruh pelosok penjuru dunia secara be­bas. Dengan demikian konsumen akan menikmati kebebasan un­tuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal . Meluas­nya konsumsi masyarakat dunia akan mendorong meluas dan mening­katnya usaha  koperasi  yang bergerak di bidang  konsumsi. Selain itu dengan peniadaan hambatan perdagangan oleh pe­merintah melalui peniadaan non torif barier dan penurunan ta­rif akan menyerahkan mekanisme  seleksi sepenuhnya kepada ma­syarakat. Koperasi sebenarnya menjadi wahana masyarakat un­tuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian yang timbul aki­bat perdagangan bebas .
20.   Kegiatan koperasi kredit,  baik secara teoritis  maupun em­pi­ris, terbukti mempunyai kemampuan untuk membangun seg­men­tasi pasar  yang kuat sebagai akibat struktur  pasar  keuang­an yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masa­lah  informasi.  Bagi koperasi kredit  keterbukaan perda­gangan dan aliran modal  yang keluar masuk akan meru­pakan kehadiran pesaing baru terhadap pasar keuangan, na­mun tetap tidak dapat menjangkau para anggota koperasi. Apa­bila koperasi kredit mempunyai jaringan  yang luas dan me­nu­tup usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja, maka seg­mentasi ini akan sulit untuk ditembus pesaing baru. Bagi koperasi-koperasi kredit  di negara berkembang,  ada­nya globalisasi  ekonomi dunia akan merupakan peluang untuk menga­dakan kerjasama  dengan koperasi kredit  di negara maju dalam membangun sistem perkreditan  melalui koperasi. Koperasi kredit atau simpan pinjam di masa mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu diikuti oleh dukungan lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.

V.    KOPERASI DALAM ERA OTONOMI DAERAH

21.       Implementasi undang-undang otonomi  daerah, akan mem­berikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sum­ber daya alam dan pelayanan  pembinaan lainnya. Namun kope­rasi akan semakin menghadapi masalah  yang lebih intensif de­ngan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi  inves­tasi  dan skala kegiatan koperasi . Karena azas efisiensi  akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan  yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advo­kasi oleh gerakan koperasi  untuk memberikan orientasi kepa­da pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fung­si intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
22.   Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonomi menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar.
23.   Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk mengha­dapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre­dit  bagi koperasi dan usaha  kecil  di daerah. Dengan demi­kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi  di dae­rah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah  Daerah akan dapat mendesentralisasi pengem­bangan ekonomi rakyat  dan dalam jangka panjang  akan me­num­buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope­rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
24.   Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi  yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa  keuangan, pelayanan  infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi  selain peluang untuk memanfaatkan potensi  setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi  keuangan, pengem­bangan jaringan  informasi  serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi  merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat­nya kehadiran koperasi. Pemerintah  di daerah dapat mendo­rong pengem­bang­an lembaga penjamin kredit  di daerah.

VI.                PENUTUP
25.       Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati dirinya akan menjadi agenda panjang.
26.       Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air.

Oleh: Dr. Noer Soetrisno – Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Couture, M-F, D. Faber, M. Larim, A-B. Nippierd : Transition to Cooperative Entrepreneurship, ILO and University of Nyeurode, of Nyenrode, Genewa, 2002.
2. Ravi Shankar and Garry Conan : Second Critical Study on Cooperative Legislation and policy  Reform, ICA, RAPA,
New Delhi, 2002.
3 Noer Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat
4. Rusidi, Prof. Dr. Ir. MS dan Maman Suratman, Drs. MSi : Bunga Rampai 20 Pokok Pemikiran Tentang Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung 2002

REVIEW JURNAL 10

REVIEW JURNAL
KOPERASI INDONESIA: EKONOMI KOPERASI
Sumber
http://www.unjabisnis.net/2010/04/ekonomi-koperasi.html    

NAMA KELOMPOK :
1. Amanda Fajriyah ; 20210595 ; fajriyahamanda
2. Anggi Cynthia Devi ; 20210817 ; anggicynthiadevi
3. Debby Nur ; 21210725 ; deby_kibitverz       
4. Dyah Nawang Wulan ; 22210228 ; nawangwulan_06
5. Ika Widiyawati ; 23210408 ; iqqha_widiya

ABSTRAK
Koperasi merupakan usaha bersama dari sekolompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Koperasi di Indonesia saat ini telah berkembang dengan pesat karena para anggota-anggotanya yang terdiri dari masyarakat umum telah mengetahui manfaat dari pendirian koperasitersebut, yang dapat membantu perekonomian dan mengembangkan kreatifitas masing-masing anggota.
Upaya dari pendirian koperasi ini sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk lebih memahami koperasi, hendaknya kita mengetahui ciri-ciri dari koperasi dan badan usaha koperasi.
Dari latar belakang diatas maka penulis ingin membahas ciri-ciri koperasi dan badan usaha koperasi agar dapat lebih memahami apa itu sebenarnya koperasi dan badan usaha koperasi.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Koperasi merupakan usaha bersama dari sekolompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Koperasi di Indonesia saat ini telah berkembang dengan pesat karena para anggota-anggotanya yang terdiri dari masyarakat umum telah mengetahui manfaat dari pendirian koperasi tersebut, yang dapat membantu perekonomian dan mengembangkan kreatifitas masing-masing anggota.
Upaya dari pendirian koperasi ini sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk lebih memahami koperasi, hendaknya kita mengetahui ciri-ciri dari koperasi dan badan usaha koperasi.
Dari latar belakang diatas maka penulis ingin membahas ciri-ciri koperasi dan badan usaha koperasi agar dapat lebih memahami apa itu sebenarnya koperasi dan badan usaha koperasi.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Apa pengertian dari koperasi
b. Apa pengertian dari badan usaha koperasi
c. Apa saja yang menjadi ciri-ciri koperasi dan badan usaha koperasi
d. Bagaimana cara membedakan koperasi dengan gotong royong


1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :
a. Untuk membedakan koperasi dengan badan usaha lainnya dilihat dari segi ciri-ciri
b. Sebagai tugas mata kuliah pengantar koperasi di semester satu.

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Koperasi dan Badan Usaha Koperasi
2.1.1 Pengertian Koperasi

Pengertian koperasi secara sederhana berawal dari kata ”co” yang berarti bersama dan ”operation” (Koperasi operasi) artinya bekerja. Jadi pengertian koperasi adalah kerja sama. Sedangkan pengertian umum koperasi adalah : suatu kumpulan orang-orang yng mempunyai tujuan sama, diikat dalam suatu organisasi yang berasaskan kekeluargaan dengan maksud mensejahterakan anggota.
Berikut ini pengertian koperasi menurut para ahli :
1. Dr. Fay ( 1980 )
Koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan dari sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.
2. R.M Margono Djojohadikoesoemo
Koperasi adalah perkumpulan manusia seorang-seoarang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerja sama untuk memajukan ekonominya.
3. Prof. R.S. Soeriaatmadja
Koperasi adalah suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nir laba atau dasar biaya.
4. Paul Hubert Casselman
Koperasi adalah suatu sistem, ekonomi yang mengandung unsur sosial
5. Margaret Digby
Koperasi adalah kerja sama dan sipa untuk menolong
6. Dr. G Mladenata
Koperasi adalah terdiri atas produsen-produsen kecil yang tergabung secara sukarela untuk mencapai tujuan bersama dengan saling tukar jasa secara kolektif dan menanggung resiko bersama dengan mengerjakan sumber-sumber yang disumbangkan oleh anggota.
2.1.2 Pengertian Badan Usaha koperasi
Yang dimaksud badan usaha koperasi adalah adanya kemauan orang perorang untuk menghimpun diri secara sukarela dan bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Yang membedakan dari badan usaha lain adalah hak dan kewajiban anggota tidak bergantung pada besarnya modal yang disektorkan kekoperasi.
2.2 Ciri-Ciri Koperasi dan Badan Usaha Koperasi
2.2.1 Ciri-Ciri Koperasi

Merupakan badan usaha yang beranggotakan orang seorang. Koperasi Indonesia harus dapat malakukan kegiatan usaha sebagaiman badan uasaha lain, dengan mendayagunakan seluruh kemampuan anggotanya.Ø
Kegiatan koperasi didasarkan atas prinsip-prinsip koperasiØ
Koperasi Indonesia merupakan gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dalam tatanan perekonomian Indonesia, koperasi merupakan salah satu kekuatan ekonomi yang tumbuh dikalangan masyarakat luas sebagai pendorong tumbuhnya ekonomi nasional dengan berasaskan kekeluargaan.Ø
Koperasi Indonesia merupakan kumpulan orang-orang dan bukan kumpulan modal. Dengan demikian pengaruh dan pengguna modal tidak tidak boleh mengurangi makna pengertian dan asas koperasi.Ø
Kegiatan koperasi dilaksanakan atas kesadaran anggota tanpa ada paksaan, ancaman atau campur tangan dari pihak-pihak yang tidak ada hubungan dengan soal intern koperasiØ
Koperasi Indonesia bekerja sama, bergotong royong berdasarkan persamaan derajat hak dan kewajiban.Ø
2.2.2 Ciri-Ciri Badan Usaha Koperasi
  1. Bekerja sama dengan sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi
  2. Memperhatikan hak dan kewajiban tiap anggota yang bergabung didalamnya
  3. Mengutamakan gotong royong agar bisa mencapai tujuan.
Dari uraian diatas kita menemukan ciri-ciri umum koperasi dan badan usaha koperasi. Prinsip dasar koperasi menjadikan ciri khas koperasi yang membedakan koperasi dengan badan usaha yang lain :
a. Keanggotaan Bersifat Sukarela dan Terbuka
Sifat sukarela dalam keanggotaan koperasi mengandung makna bahwa menjadi anggota tidak boleh dipaksa oleh siapapun. Selain itu berarti pula bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar koperasi.
b. Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis
Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Anggota koperasi adalah pemegang dan pelaksana kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
c. Pembagian Sisa Hasil Usaha ( SHU )
Pembagian SHU adalah koperasi dilakukan secara adil sebanding dengan besar nya jasa usaha masing-masing anggota. Besarnya modal yang dimiliki anggota tidak mutlak dijadikan dasar dalam pembagian SHU. Kententuan ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan.
d. Pemberian Balas Jasa Terbatas terhadap Modal
Modal dalam koperasi pada dasar nya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu, balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada anggota jasa terbatas dan tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Terbatas disini maksudnya adalah wajar dalam arti tidak melebihi susku bungan yang berlaku dipasar.
e. Kemandirian
Kemandirian mengandung pengertian dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada pihak lain. Semua keputusan dan kegiatan koperasi dilandasi oleh kepercayaan, pada pertimbangan, kemampuan, dan usaha sendiri. Kemandirian berarti pula kebebasan yang bertanggung jawab keperbuatan sendiri dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.
                                        
                                                           PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ciri-ciri yang menonjol dalam koperasi adalah :
a. Berasas kekeluargaan
b. Keanggotaan sukarela dan terbuka bagi setiap Warga Negara Republik Indonesia
c. Rapat anggota adalah pemegang kekuasaan tertinggi
Perbedaan koperasi dan gotong royong :
1. Koperasi
a. Bersifat terus menerus
b. Bertujuan menyejahterakan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya
c. Berbadan hukum
d. Membayar simpanan pokok dan simpanan wajib
2. Gotong Royong
a. Bersifat sementara
b. Bertujuan mengatasi pekerjaan
c. Tidak berbadan hukum
d. Iuran secara sukarela

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini penulis buat, semoga apa yang telah disajikan akan memberikan ilmu dan informasi. Selanjutnya demi kesempurnaan makalah ini penulis memohon saran dan kritik guna memperbaiki kesalahan dikemudian hari.
                                                      DAFTAR PUSTAKA
Herujianto, dkk. 2002. Pelajaran Ekonomi. Jakarta: Yudhistira
Suyanto dan Nurhadi, 2003. IPS Ekonomi. Jakarta: Erlangga
www.unjabisnis.com

REVIEW JURNAL 9

                                                                 REVIEW JURNAL
DEMOKRASI EKONOMI DAN DEMOKRASI INDUSTRIAL


Nama Kelompok :
1. Anggi Cynthia Devi ; 20210817 ; anggicynthiadevi
2. Debby Nur ; 21210725 ; deby_kibitverz
3. Amanda Fajriyah ; 20210595 ; fajriyahamanda
4. Dyah Nawang Wulan ; 22210228 ; nawangwulan_06
5. Ika Widiyawati ; 23210408 ; iqqha_widiya

  I. ABSTRAK
Sistem Ekonomi Pancasila yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5) jelas berorientasi pada etika (Ketuhanan Yang Maha Esa), dan kemanusiaan, dengan cara-cara nasionalistikdan kerakyatan (demokrasi). Secara utuh Pancasila berarti gotong-royong, sehingga sistem ekonominya bersifat kooperatif/ kekeluargaan/ tolong-menolong. Profit-Sharing dan Employee Participation. Prinsip profit-sharing atau bagi-bagi keuntungan dan resiko yang jelas merupakan ajaran Sistem Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Pancasila sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah negara maju (welfare state) yang merasa bahwa penerapan prinsip profit-sharing dan employee participation lebih menjamin ketentraman dan ketenangan usaha dan tentu saja menjamin keberlanjutan suatu usaha.
Economic democracy is typically used to denote a variety of forms of employee participation in the ownership of enterprises and in the distribution of economic rewards;
Industrial democracy refers to the notion of worker participation in decision-making and employee involvement in the processes of control within the firm. (Poole 1989: 2)
Demokrasi industrial yang tidak lagi menganggap modal dan pemilik modal sebagai yang paling penting dalam perusahaan, tetapi dianggap sederajat kedudukannya dengan buruh/tenaga kerja, yang berarti memberikan koreksi atau reformasi pada kekurangan sistem kapitalisme lebih-lebih yang bersifat neoliberal. Prinsip employee participation yaitu partisipasi buruh/karyawan dalam pengambilan keputusan perusahaan sangat erat kaitannya dengan asas profit-sharing. 

II. Pendahuluan
Akhir-akhir ini semakin luas dibahas sistem Ekonomi Syariah yang dianggap lebih adil dibanding sistem ekonomi yang berlaku sekarang khususnya sejak 1966 (Orde Baru) yang berciri kapitalistik dan bersifat makin liberal, yang setelah kebablasan kemudian meledak dalam bentuk bom waktu berupa krismon tahun 1997. Krismon yang menghancurkan sektor perbankan modern kini tidak saja telah menciutkan jumlah bank menjadi kurang dari separo, dari 240 menjadi kurang dari 100 buah, tetapi juga sangat mengurangi peran bank dalam perekonomian nasional.
Dalam pada itu Sistem Ekonomi Pancasila yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5) jelas berorientasi pada etika (Ketuhanan Yang Maha Esa), dan kemanusiaan, dengan cara-cara nasionalistikdan kerakyatan (demokrasi). Secara utuh Pancasila berarti gotong-royong, sehingga sistem ekonominya bersifat kooperatif/ kekeluargaan/ tolong-menolong.  
Jika suatu masyarakat/negara/bangsa, warganya merasa sistem ekonominya berkembang ke arah yang timpang dan tidak adil, maka aturan mainnya harus dikoreksi agar menjadi lebih adil sehingga mampu membawa perekonomian ke arah keadilan ekonomi dan sekaligus keadilan sosial.

III. Profit-Sharing dan Employee Participation
Prinsip profit-sharing atau bagi-bagi keuntungan dan resiko yang jelas merupakan ajaran Sistem Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Pancasila sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah negara maju (welfare state) yang merasa bahwa penerapan prinsip profit-sharing dan employee participation lebih menjamin ketentraman dan ketenangan usaha dan tentu saja menjamin keberlanjutan suatu usaha.
Meskipun pengertian economic democracy jelas lebih luas dari industrial democracy namun keduanya bisa diterapkan sebagai asas atau “style” manajemen satu perusahaan yang jika dilaksanakan dengan disiplin tinggi akan menghasilkan kepuasan semua pihak (stakeholders) yang terlibat dalam perusahaan. Itulah demokrasi industrial yang tidak lagi menganggap modal dan pemilik modal sebagai yang paling penting dalam perusahaan, tetapi dianggap sederajat kedudukannya dengan buruh/tenaga kerja, yang berarti memberikan koreksi atau reformasi pada kekurangan sistem kapitalisme lebih-lebih yang bersifat neoliberal.

IV. Kerangka Pemikiran
Prinsip employee participation yaitu partisipasi buruh/karyawan dalam pengambilan keputusan perusahaan sangat erat kaitannya dengan asas profit-sharing. Adanya partisipasi buruh/karyawan dalam decision-making perusahaan berarti buruh/karyawan ikut bertanggung jawab atas diraihnya keuntungan atau terjadinya kerugian.
Banyak perusahaan di negara kapitalis yang menganut bentuk negara kesejahteraan (welfare state) telah menerapkan prinsip profit-sharing dan employee participation ini, dan yang paling jelas diantaranya adalah bangun perusahaankoperasi, baik koperasi produksi maupun koperasi konsumsi, terutama di negara-negara Skandinavia.
Berdasarkan penelitian 303 perusahaan di Inggris, alasan perusahaan mengadakan aturan pembagian laba dan pemilikan saham oleh buruh/karyawan ada 5 yaitu (Poole 1989: 70-71):
      1.       Komitmen moral (moral commitment);
      2.       Penahanan staf (staff retention);
      3.       Keterlibatan buruh/karyawan (employee involvement);
      4.       Perbaikan kinerja hubungan industrial (improved industrial relations performance);
      5.       Perlindungan dari pengambilalihan oleh perusahaan lain (protection against takeover).
Bisa dibuktikan bahwa ke-5 alasan yang disebut di sini diputuskan manajemen perusahaan karena memang benar-benar dialami banyak perusahaan lebih-lebih pada perusahaan keuangan yang bersaing dengan ketat satu sama lain, dan ada kebiasaan terjadinya “mobilitas” tinggi dari staf yang berkualitas. Tanpa kecuali hampir semua cara ditempuh perusahaan untuk meningkatkan kesadaran ikut memiliki perusahaan bagi buruh/ karyawan yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan semangat bekerja yang pada gilirannya berakibat meningkatkan keuntungan perusahaan. Dalam perusahaan yang berbentuk koperasi, sejak awal anggota koperasi adalah juga pemilik perusahaan yang disamping dapat memperoleh manfaat langsung dalam berbisnis dengan koperasi juga pada akhir tahun masih dapat menerima sisa hasil usaha (yang sering dikacaukan dengan keuntungan). Inilah “rahasia” berkoperasi yang biasanya tidak ditonjolkan pengurus karena praktek-praktek manajemen koperasi sering bertentangan dengan “teori koperasi” yang harus bersifatprofit-sharing. Artinya perusahaan koperasi sering berubah menjadi “koperasi pengurus” bukan “koperasi anggota”. Profit-sharing dan sharing ownership sangat sejalan dengan aturan main Sistem Ekonomi Pancasila yang bertujuan menghindarkan ketimpangan ekonomi dan sosial dan berusaha mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Ilmu ekonomi ternyata tidak meningkatkan “kecintaan” para ekonom pada bangun perusahaan koperasi yang menonjolkan asas kekeluargaan, karena sejak awal model-modelnya adalah modelpersaingan sempurna, bukan kerjasama sempurna. Ajaran ilmu ekonomi Neoklasik adalah bahwa efisiensi yang tinggi hanya dapat dicapai melalui persaingan sempurna. Inilah awal “ideologi” ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan sosiologi ekonomi ajaran Max Weber, sosiolog Jerman, bapak ilmu sosiologi ekonomi. Ajaran Max Weber ini sebenarnya sesuai dengan ajaran awal Adam Smith (Theory of Moral Sentiments, 1759) dan ajaran ekonomi kelembagaan dari John Commons di Universitas Wisconsin (1910).
Keprihatinan kita atas terjadinya kesenjangan sosial, dan ketidakadilan dalam segala bidang kehidupan bangsa, seharusnya merangsang para ilmuwan sosial lebih-lebih ekonom untuk mengadakan kajian mendalam menemukenali akar-akar penyebabnya. Khusus bagi para ekonom tantangan yang dihadapi amat jelas karena justru selama Orde Baru ekonom dianggap sudah sangat berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara meyakinkan sehingga menaikkan status Indonesia dari negara miskin menjadi negara berpendapatan menengah. Krisis multidimensi yang disulut krisis moneter dan krisis perbankan tahun 1997 tidak urung kini hanya disebut sebagai krisis ekonomi yang menandakan betapa bidang ekonomi dianggap “mencakupi” segala bidang sosial dan non-ekonomi lainnya.
Inilah alasan lain mengapa ekonom Indonesia mempunyai tugas sangat berat sebagai penganalisis masalah-masalah sosial-ekonomi besar yang sedang dihadapi bangsanya. Perbedaan pendapat di antara ahli hukum atau ahli sosiologi dapat terjadi barangkali tanpa implikasi serius, sedangkan jika perbedaan itu terjadi di antara pakar-pakar ekonomi maka implikasinya sungguh dapat sangat serius bagi banyak orang, bahkan bagi perekonomian nasional.

V. Kesimpulan
Pada akhir-akhir ini makin berkembang pemikiran dan praktek “bank-bank syariah” yang berarti secara serius memasukkan ajaran-ajaran agama Islam dalam praktek-praktek perbankan kapitalis yang telah mengakibatkan krisis moneter dan krisis perbankan, yang sampai 5 tahun tetap belum teratasi. Bahkan upaya pemerintah menyelamatkan perbankan nasional dengan mengeluarkan dana-dana amat besar (obligasi rekap perbankan melebihi 50% PDB), tokh tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhasil, selama ajaran-ajaran agama tidak dipergunakan dalam upaya penyelamatan tersebut.
Di kalangan agama-agama lain (Katolik dan Hindu) juga makin intensif dibahas peranan nilai-nilai agama untuk membendung ajaran-ajaran ekonomi neoliberal yang meluas melalui globalisasi yang makin merajalela.
Yang dapat dilakukan oleh gereja adalah mendidik umat bersama masyarakat agar semakin bersedia melepaskan diri dari keserakahan modernisme, konsumerisme, dan kolonialisme kultural ke arah pemahaman tanggung jawab bersama (Konpernas XIX Komisi PSE-KW I, September 2002).
Nilai-nilai agama kini dianggap banyak orang merupakan satu-satunya cara untuk menantang ajaran-ajaran neoliberal ini karena paham ekonomi kapitalis dari Barat juga telah menyebarluaskan ajaran-ajarannya “melalui dan dengan metode-metode agama”.
The real task of Samuelson’s Economics was of this kind; it was to provide an inspirational vision of human progress guided by science in order to motivate Americans and other people to the necessaryreligious dedication to the cause of progress. (Nelson 2001: 71).
Ekonomi Pancasila adalah ajaran ekonomi baru yang agamis sekaligus manusiawi, nasionalistik, dan demokratis, untuk menantang kerakusan ajaran Neoliberal yang semakin rakus. Bahwa Depdiknas melalui Dirjen Pendidikan Tinggi memberikan dukungan kuat pada Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM untuk mengembangkan ajaran-ajaran ekonomi Pancasila, membuktikan kebenaran perjuangan moral ini. Ajaran ekonomi Pancasila jelas paralel dengan ajaran Ekonomi Syariah atau ekonomi Islami karena keduanya menekankan pada ajaran moral-spiritual untuk membendung ajaran “agama ekonomi kapitalis Neoliberal”.

REVIEW JURNAL 8

REVIEW JURNAL 
DARI ILMU BERKOMPETISI KE ILMU BERKOPERASI
 
 
Nama Kelompok :
1. Anggi Cynthia Devi ; 20210817 ; anggicynthiadevi
2. Debby Nur ; 21210725 ; deby_kibitverz
3. Amanda Fajriyah ; 20210595 ; fajriyahamanda
4. Dyah Nawang Wulan ; 22210228 ; nawangwulan_06
5. Ika Widiyawati ; 23210408 ; iqqha_widiya

I.  ABSTRAK
Dari IKOPIN yaitu singkatan dari Institut Manajemen Koperasi Indonesia, didirikan pada tahun 1984, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang berwenang memberikan ijin operasi perguruan-perguruan tinggi berpendapat ilmu koperasi tidak dikenal dan yang ada adalah ilmu ekonomi. Karena koperasi lebih dimengerti sebagai satu bentuk badan usaha, maka ilmu yang tepat untuk mempelajari koperasi adalah cabang ilmu ekonomi mikro yaitu manajemen. Organisasi koperasi seperti KUD (Koperasi Unit Desa) dibentuk di semua desa di Indonesia dengan berbagai fasilitas pemberian pemerintah tanpa anggota, dan sambil berjalan KUD mendaftar anggota petani untuk memanfaatkan gudang danlaintai jemur gabah, mesin penggiling gabah atau dana untuk membeli pupuk melalui kredit yang diberikan KUD. Walhasil anggota bukan merupakan prasarat berdirinya sebuah koperasi. Reformasi dalam sistem ekonomi, yaitu pembaruan aturan main berekonomi menjadi aturan main yang lebih menjamin keadilan ekonomi melalui peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Dalam era otonomi dari daerah setiap daerah terutama masyarakat desanya harus memiliki rasa percaya diri bahwa melalui organisasi kooperasi (koperasi) kegiatan ekonomi rakyat dapat diperhitungkan keandalan kekuatannya. Koperasi harus mereformasi diri meninggalkan sifat-sifat koperasi sebagai koperasi pengurus menjadi koperasi anggota dalam arti kata sebenarnya. Jika koperasi benar-benar merupakan koperasi anggota maka tidak akan ada program/kegiatan koperasi yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan/kebutuhan anggota. Dengan perkataan lain esetiap “produk” atau kegiatan usaha koperasi harus berdasarkan “restu” atau persetujuan anggota. Koperasi tidak mencari keuntungan karena anggotalah yang mencari keuntungan yang harus menjadi lebih besar dengan bantuan organisasi koperasi. Ilmu ekonomi baru ini merupakan ilmu ekonomi tentang bagaimana bekerja sama (cooperation) agar masyarakat menjadi lebih sejahtera, lebih makmur, dan lebih adil, bukan sekedar masyarakat yang lebih efisien (melalui persaingan/kompetisi) yang ekonominya tumbuh cepat. 
 
II. Pendahuluan
Pada undangan IKOPIN Jatinangor untuk memberikan seminar tentang Pengajaran Ilmu Ekonomi di Indonesia, kami terkejut saat mengetahui IKOPIN bukan singkatan dari Institut (Ilmu) Koperasi Indonesia, tetapi Institut Manajemen Koperasi Indonesia. Ternyata pada saat berdirinya IKOPIN tahun 1984, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang berwenang memberikan ijin operasi perguruan-perguruan tinggi berpendapat ilmu koperasi tidak dikenal dan yang ada adalah ilmu ekonomi. Karena koperasi lebih dimengerti sebagai satu bentuk badan usaha, maka ilmu yang tepat untuk mempelajari koperasi adalah cabang ilmu ekonomi mikro yaitu manajemen. Masalah koperasi dianggap semata-mata sebagai masalah manajemen yaitu bagaimana mengelola organisasi koperasi agar efisien, dan  agar, sebagai organisasi ekonomi, memperoleh keuntungan (profit) sebesar-besarnya seperti organisasi atau perusahaan-perusahaan lain yang dikenal yaitu perseroan terbatas atau perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN).
Meskipun sistem ekonomi Indonesia tetap berdasar asas kekeluargaan, tetapi organisasi koperasi tidak merupakan keharusan lagi untuk dikembangkan di Indonesia. Inilah sistem ekonomi yang makin menjauh dari sistem ekonomi Pancasila.
 
III.Reformasi Kebablasan
Sistem Ekonomi Indonesia berubah menjadi makin liberal mulai tahun 1983 saat diluncurkan kebijakan-kebijakanderegulasi setelah anjlognya harga ekspor minyak bumi. Pemerintah Indonesia yang telah dimanja bonansa minyak (1974 – 1981) merasa tidak siap untuk tumbuh terus 7% per tahun dalam kondisi ekonomi lesu, sehingga kemudian memberi kebebasan luar biasa kepada dunia usaha swasta (dalam negeri dan asing) untuk “berperan serta” yaitu membantu pemerintah dalam membiayai pembangunan nasional. Kebebasan mendirikan bank-bank swasta yang disertai kebebasan menentukan suku bunga (tabungan dan kredit) ini selanjutnya menjadi lebih liberal lagi tahun 1988 dalam bentuk penghapusan sisa-sisa hambatan atas keluar-masuknya modal asing dari dan ke Indonesia. Jumlah bank meningkat dari sekitar 70 menjadi 240 yang kemudian sejak krismon dan krisis perbankan 1997 – 1998 menciut drastis menjadi dibawah 100 bank. Kondisi ekonomi Indonesia pra-krisis 1997 adalah kemajuan ekonomi semu di luar kemampuan riil Indonesia. Maka tidak tepat jika kini pakar-pakar ekonomi Indonesia berbicara tentang “pemulihan ekonomi” (economic recovery) kepada kondisi sebelum krisis dengan pertumbuhan ekonomi “minimal” 7% per tahun. Indonesia tidak seharusnya memaksakan diri bertumbuh melampaui kemampuan riil ekonominya. Jika dewasa ini ekonomi Indonesia hanya tumbuh 3-4% per tahun tetapi didukung ekonomi rakyat, sehingga hasilnya juga dinikmati langsung oleh rakyat, maka angka pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah itu jauh lebih baik dibanding angka pertumbuhan ekonomi tinggi (6-7% per tahun) tetapi harus didukung pinjaman atau investasi asing dan distribusinya tidak merata.
Reformasi ekonomi yang diperlukan Indonesia adalah reformasi dalam sistem ekonomi, yaitu pembaruan aturan main berekonomi menjadi aturan main yang lebih menjamin keadilan ekonomi melalui peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Jika kini orang menyebutnya sebagai perekonomian yang bersifat kerakyatan, maka artinya sistem atau aturan main berekonomi harus lebih demokratis dengan partisipasi penuh dari ekonomi rakyat. Inilah demokrasi ekonomi yang diamanatkan pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya.
   
IV.Amandemen terhadap Amandemen:
Perubahan Ke-empat Pasal 33 UUD 1945 melanggar Pancasila dan tidak sesuai kehendak rakyat
Pasal 33 UUD 1945 yang terdiri atas 3 ayat, dan telah menjadi ideologi ekonomi Indonesia, melalui perdebatan politik panjang dan alot dalam 2 kali sidang tahunan MPR (2001 dan 2002), di-amandemen menjadi 5 ayat berikut:
  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (lama)
  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (lama)
  3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (lama)
  4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (Perubahan Keempat)
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (Perubahan Keempat)
Dipertahankannya 3 ayat lama pasal 33 ini memang sesuai dengan kehendak rakyat. Tetapi dengan penambahan ayat 4 menjadi rancu karena ayat baru ini merupakan hal teknis menyangkut pengelolaan dan pelaksanaan kebijakan dan program-program pembangunan ekonomi. Pikiran di belakang ayat baru ini adalah paham persaingan pasar bebas yang menghendaki dicantumkannya ketentuan eksplisit sistem pasar bebas dalam UUD. Asas efisiensi berkeadilan dalam ayat 4 yang baru ini sulit dijelaskan maksud dan tujuannya karena menggabungkan 2 konsep yang jelas amat berbeda bahkan bertentangan.
Kekeliruan lebih serius dari perubahan ke 4 UUD adalah hilangnya asas ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomiyang tercantum dalam penjelasan pasal 33 karena ST-MPR 2002 memutuskan menghapuskan seluruh penjelasan UUD 1945.
Demikian karena kekeliruan-kekeliruan fatal dalam amandemen pasal 33 UUD 1945, ST-MPR 2003 yang akan datang harus dapat mengoreksi dan membuat amandemen atas amandemen pasal 33 dengan menyatakan kembali berlakunya seluruh Penjelasan UUD 1945 atau dengan memasukkan materi penjelasan pasal 33 ke dalam batang tubuh UUD 1945.
Ilmu Ekonomi Sosial
Social economics insists that justice is a basic element of socio-economic organization. It is, indeed, far more important than allocative efficiency. Inefficient societies abound and endure on the historical record but societies that lack widespread conviction as to their justness are inherently unstable. (Stanfield, 1979: 164)
Meskipun secara prinsip kami berpendapat teori dualisme ekonomi Boeke (1910, 1930) sangat bermanfaat untuk mempertajam analisis masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi bangsa dan rakyat Indonesia, namun pemilahan secara tajam kebutuhan rakyat ke dalam kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial harus dianggap menyesatkan. Yang benar adalah adanya kebutuhan sosial-ekonomi (socio-economic needs). Adalah tepat pernyataan Gunnar Myrdal seorang pemenang Nobel Ekonomi bahwa:
The isolation of one part of social reality by demarcating it as “economic” is logically not feasible. In reality, there are no “economic”, “sociological”, or “psychological” problems, but just problems and they are all complex. (Myrdal, 1972: 139, 142)
Pernyataan Myrdal ini secara tepat menunjukkan kekeliruan teori ekonomi Neoklasik tentang “economic man” (homo economicus) sebagai model manusia rasional yang bukan merupakan manusia etis (ethical man) dan juga bukan manusia sosial (sociological man). Adam Smith yang dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi sebenarnya dalam buku pertamanya (The Theory of Moral Sentiments, 1759) menyatakan manusia selain sebagai manusia ekonomi adalah juga manusia sosial dan sekaligus manusia ethik.
Jelaslah bahwa perilaku ekonomi manusia Indonesia tidak mungkin dapat dipahami secara tepat dengan semata-mata menggunakan teori ekonomi Neoklasik Barat tetapi harus dengan menggunakan teori ekonomi Indonesia yang dikembangkan tanpa lelah dari penelitian-penelitian induktif-empirik di Indonesia sendiri.
Jika pakar-pakar ekonomi Indonesia menyadari keterbatasan teori-teori ekonomi Barat (Neoklasik) seharusnya mereka tidak mudah terjebak pada kebiasaan mengadakan ramalan (prediction) berupa “prospek” ekonomi, dengan hanya mempersoalkan pertumbuhan ekonomi atau investasi dan pengangguran. Mengandalkan semata-mata pada angka pertumbuhan ekonomi, yang dasar-dasar penaksirannya menggunakan berbagai asumsi yang tidak realistis sekaligus mengandung banyak kelemahan, sangat sering menyesatkan.
 
V. Kesimpulan
Dalam era otonomi daerah setiap daerah terutama masyarakat desanya harus memiliki rasa percaya diri bahwa melalui organisasi kooperasi (koperasi) kegiatan ekonomi rakyat dapat diperhitungkan keandalan kekuatannya. Koperasi harus mereformasi diri meninggalkan sifat-sifat koperasi sebagai koperasi pengurus menjadi koperasi anggota dalam arti kata sebenarnya. Jika koperasi benar-benar merupakan koperasi anggota maka tidak akan ada program/kegiatan koperasi yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan/kebutuhan anggota. Dengan perkataan lain setiap “produk” atau kegiatan usaha koperasi harus berdasarkan “restu” atau persetujuan anggota. Koperasi tidak mencari keuntungan karena anggotalah yang mencari keuntungan yang harus menjadi lebih besar dengan bantuan organisasi koperasi.
Bersamaan dengan pembaruan praktek-praktek berkoperasi, akan lahir dan berkembang ilmu koperasi, yang merupakan “ilmu ekonomi baru” di Indonesia, yang merupakan ilmu sosial ekonomi (social economics). Ilmu ekonomi baru ini merupakan ilmu ekonomi tentang bagaimana bekerja sama (cooperation) agar masyarakat menjadi lebih sejahtera, lebih makmur, dan lebih adil, bukan sekedar masyarakat yang lebih efisien (melalui persaingan/kompetisi) yang ekonominya tumbuh cepat. Ilmu ekonomi yang baru ini tidak boleh melupakan cirinya sebagai ilmu sosial yang menganalisis sifat-sifat manusia Indonesia bukan semata-mata sebagai homo-ekonomikus, tetapi juga sebagai homo-socius dan homo-ethicus. Dengan sifat ilmu ekonomi yang baru ini ilmu ekonomi menjadi ilmu koperasi
The nature of homo ethicus is completely different and indeed opposite to that of homo economicus. He is altruistic and cooperative individual, honest and truth telling, trusty and who trust others. He derives moral and emotional well-being from honouring his obligations to others, has a strong sense of duty and a strong commitment to social goals (Lunati, 1997:140)
Dalam tatanan ekonomi baru pemerintah termasuk pemerintah daerah berperan menjaga dipatuhinya aturan main berekonomi yang menghasilkan “sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Otonomi daerah yang merupakan simbol kewenangan daerah untuk mengelola sendiri ekonomi daerah harus dilengkapi desentralisasi fiskal yang diatur secara serasi oleh pemerintah daerah bersama DPRD, kesemuanya diarahkan pada kesejahteraan rakyat yang maksimal.

REVIEW JURNAL 7

REVIEW JURNAL
KOPERASI MEWUJUDKAN KEBERSAMAAN DAN KESEJAHTERAAN: MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL DAN REGIONALISME BARU
Sumber: http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_1.htm
NAMA KELOMPOK :
1. Anggi Cynthia Devi ; 20210817 ; anggicynthiadevi
2. Debby Nur ; 21210725 ; deby_kibitverz
3. Amanda Fajriyah ; 20210595 ; fajriyahamanda
4. Dyah Nawang Wulan ; 22210228 ; nawangwulan_06
5. Ika Widiyawati ; 23210408 ; iqqha_widiya
ABSTRAK
Tidaklah cukup jika kita ingin membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial dengan sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun apabila menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar juga sangatlah tidak bijak untuk menjawab masalah ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi telah membuktikan diri sebagai suatu gerakan dunia dalam melawan ketidakadilan pasar karena ketidaksempurnaan pasar.Cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.
PEMBAHASAN
Di Indonesia sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan “makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran”. Kondisi obyektif dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memaksa kita untuk memilih menggunakan cara tersebut. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi “regulatory” dan “development”. Akan tetapi peran ”development”  justru sering tidak mendewasakan koperasi.
Sejak kelahiranya, koperasi disadari sebagai upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu dasar “self help and cooperation” atau “individualitet dan solidaritet” selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad yang lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan menyatakan keharusan untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi, sembari menyatakan diri sebagai badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru dan globalisasi kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa: kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty, openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995).
Rupanya sejarah koperasi di Barat yang cemerlang tidak mampu diikuti oleh koperasi Indonesia dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Pelajaran baru,akibat krisis ekonomi ketika Pemerintah tidak berdaya dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi.
Ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara produktif dan kompetitif walaupun dalam keadaan dibawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan . Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah sekalipun. Namun disayangkan karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikan tidak terlihat perannya yang begitu nyata.
Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru untuk membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi  yang sehat dan kokoh bersatu.
Menyambut pergeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :
  1. Koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan mereka akan tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;
  2.  Potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;
  3.  Koperasi dapat mencapai tujuannya jika mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;
  4.  koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi “fair playing field”;
  5.  Pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);
  6.  Koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;
  7.  Bagi pertumbuhan koperasi bantuan pengembangan dapat berarti penting, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.
KESIMPULAN
Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari bawah, Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan koperasi. Ada baiknya koperasi Indonesia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?).Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan “bersama dalam kesejahteraan” dan “sejahtera dalam kebersamaan”.

Oleh: Dr. Noer Soetrisno –
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Rabu, 28 Desember 2011

REVIEW JURNAL 6

REVIEW JURNAL
MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT
Sumber :
NAMA KELOMPOK :
1. Anggi Cynthia Devi ; 20210817 ; anggicynthiadevi
2. Debby Nur ; 21210725 ; deby_kibitverz      
3. Amanda Fajriyah ; 20210595 ; fajriyahamanda  
4. Dyah Nawang Wulan ; 22210228 ; nawangwulan_06
5. Ika Widiyawati ; 23210408 ; iqqha_widiya
ABSTRAK
Pada masa Orde Baru dan setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan  koperasi yang biasanya didominasi  oleh peran pemerintah, serta kondisi Indonesia yang dilanda krisis ekonomi. Muncul lahberbagai pertanyaan tentang peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospek dan strategi yang harus dilakukan dalam pengembangannya dimasa yang akan datang .Maka Koperasi dianggap memiliki arti strategis pada masa yang akan datang atas berbagai pemikiran bagaimana usaha untuk dapat keluar dari krisis yang sedang dihadapi.
PENDAHULUAN
A. KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI KREDIT/KOPDIT)
Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Terdapat tiga tingkatan bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Pada tingkatan ini biasanya koperasi menyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan. Peran koperasi juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut.
Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan.  Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, misalnya: untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini. Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.
Dari beberapa perkembangan Kopdit terlihat bahwa pola hubungan koperasi dan anggota yang sesuai dengan prinsip dasar koperasi memang membutuhkan proses. Namun jika kesadaran keanggotaan (yang membedakan seorang anggota dengan yang bukan anggota) telah berhasil ditumbuhkan maka kesadaran tersebut akan menjadi dasar motivasi dimana pola hubungan bisnis dapat berkesinambungan melalui partisipasi yang kemudian berkembang menjadi loyalitas. Pola yang tidak hanya ‘hubungan bisnis’ tersebut kemudian akan menjadi sumber kekuatan koperasi. Seperti yang telah ditunjukkan oleh beberapa Kopdit, dimana jika dalam masa krisis banyak KUD dan lembaga usaha lain gulung tikar beberapa Kopdit justru menunjukkan peningkatan kinerja baik dilihat dari omset, SHU, dan jumlah anggota.
B. FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI
Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi dan dari pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, terdapat beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup, yaitu :
1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.
Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri merupakan prasyarat bagi keberadaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara ‘bottom-up’. Dan masyarakat juga harus memahami kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk mengembangkan diri. Faktor eksternal dapat diperlakukan sebagai penunjang bagi kemampuan sendiri.
2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.
Pada dasarnya Koperasi merupakan cita-cita yang diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Struktur organisasinya sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari bentuk dalam suatu proses perkembangan sehingga akan memperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang paling sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengalaman pengembangan KUD dengan format yang seragam akan menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap berbagai faktor eksternal, sedangkan KUD yang berhasil bertahan justru adalah KUD yang mampu secara kreatiif dan sesuai dengan kebutuhan anggota dan masyarakat mengembangkan organisasi dan kegiatannya.
3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.
Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Pemahaman atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Kemudian nilai dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan koperasi.
4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.
Secara khusus hal ini mengacu pada pemahaman anggota dan masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi anggota koperasi. Hal ini kemudian akan menumbuhkan kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.
5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
a. luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,
b. berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,
c. berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota,
d. biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan
e. mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri.
Kegiatan usaha yang dikembangkan koperasi pada prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan kepentingan anggota. Salah satu indikator utama keberhasilan kegiatan usaha tersebut adalah jika usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha koperasi. Oleh sebab itu jenis usaha koperasi tidak dapat diseragamkan untuk setiap koperasi, sebagaimana tidak dapat diseragamkannya pandangan mengenai kondisi masyarakat yang menjadi anggota koperasi.
Biaya transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa koperasi. Jika biaya transaksi tersebut memang dapat menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka produktivitas modal koperasi akan lebih besar dibandingkan lembaga lain. Salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari perputaran modal dalam “sistem” koperasi ternyata lebih banyak diterima oleh lembaga-lembaga diluar koperasi dan anggotanya. Hal ini memang merupakan salah satu catatan penting yang harus diperhatikan sebagai akibat dari sistem perbankan yang sentralistik seperti yang dianut saat ini.
Jika koperasi memang telah menyadari pentingnya keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya, maka salah satu strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu kesatuan pengelolaan.
6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.
Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komunitas ‘bazar-ekonomi’. Dengan kata lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.
pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
C. MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI APA YANG SUDAH ADA
Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial. Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut :
1. Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi.
Sebenarnya Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang telah menjadi terbesar untuk usaha batik, serta banyak KUD yang  menjadi  yang terbesar dikecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada kenyataannya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya. Dominasi pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi. Jika tidak diantisipasi kondisi ini akan mengaburkan tujuan pengembangan koperasi itu sendiri.
2. Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.
Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata banyak hal yang tidak sesuai dengan berbagai ketentuan bank. Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu (anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit KKPA).
3. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.
Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya. Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau kepada siapa harus bertanya. Permasalahan teknis semacam ini telah semakin banyak dihadapi oleh koperasi, dan sangat dirasakan kebutuhan bagi ketersediaan layanan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan tersebut.
4. Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.
Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Contoh diatas memberi gambaran bahwa keinginan dan kebutuhan untuk membentuk koperasi cukup besar, asalkan memang mampu mengakomodasi keinginan dan kebutuhan para pengusaha tersebut. Kasus serupa cukup banyak terjadi pada berbagai bidang usaha lain di berbagai tempat.
5. Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.
Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder. Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi.
6. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.
Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial, tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.
7. Peningkatan Citra Koperasi
Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidak-jelasan, tidak profesional, Ketua Untung Dulu, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Citra koperasi tersebut akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun perkembangan koperasi itu sendiri. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
8. Penyaluran Aspirasi Koperasi
Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Dalam hal ini asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi koperasi relatif terbatas. Hubungan keorganisasian vertikal (primer-sekunder: unit-pusat-gabungan-induk koperasi) tampaknya belum dapat menampung berbagai keluhan atau keinginan anggota koperasi atau koperasi itu sendiri. Kelembagaan yang diadakan pemerintah untuk melayani koperasi juga acap kali tidak tepat sebagai tempat untuk menyalurkan aspirasi, karena sebagian aspirasi tersebut justru berhubungan dengan kepentingan pemerintah itu sendiri. Demikian pula dengan kelembagaan gerakan koperasi yang sekian lama kurang terdengar kiprahnya. Padahal dilihat dari jumlah dan kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya perlu diperhatikan berbagai kepentingannya.
D. KESIMPULAN
Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya dua prasyarat. Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan sendiri demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan. Kedua, diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal, yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi rakyat. Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu dikembangkan adalah strategi yang partisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengna strategi yang selama ini diterapkan. Rekonsptualisasi sekaligus revitalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor yang paling menentukan dalam perspektif pengembangan partisipatif ini.