Nama
: Dyah Nawang Wulan
NPM
: 22210228
Kelas
: 4EB09
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi
PENGERTIAN
GCG (Good Corporate Governance)
Menurut
Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah
yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan
bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara
keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee
on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai
proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan
aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas
perusahaan.
PRINSIP-PRINSIP
GCG
Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa
negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia,
Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda,
Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara
Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada April 1998 telah
mengembangkan The OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip
corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5 (lima) hal yaitu :
1.
Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of shareholders)
2.
Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of
Shareholders)
3.
Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
4.
Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
5.
Akuntabilitas Dewan Komisaris
PERANAN ETIKA BISNIS
DALAM PENERAPAN GCG
1.
Code of Corporate and Business Conduct
Kode
Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business
Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance
(GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk
melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang
dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di
dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang
boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk
kategori pelanggaran hukum.
2.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan
pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan
memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang
bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham
(shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku
atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat
dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode
etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan,
antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of
interest). Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan
(conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1.
Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan
mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing
(competitor).
2.
Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3.
Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada
hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal
tersebut.
4.
Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau
kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang
masih ada hubungan keluarga .
5.
Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi
suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang
milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6.
Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan
pribadi.
7.
Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga
yang berhubungan dengan perusahaan.
8.
Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah
go public, yang merugikan pihak lain.
Good
Corporate Gorvenance Birokrasi dan Korporasi
Masalah-masalah
praktis etika bisnis
1.
Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan kecurangan bisnis yang dilakukan
oleh banyak korporasi atau pelaku bisnis dannekonomi yang telah merugikan warga
Negara, setidaknya dalam segi keuntungan financial (pajak) dan kepercayaan
public terhadap peranan Negara (pemerintah) dalam mengawasi dinamika ekonomi,
khususnya prosr produksi, eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan
alam dan pelestarian lingkungan hidup. Fenomena ini terjadi karena banyak
korporasi, terutama para pemimpinnya tidak memiliki komitmen yang kuat untuk
memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan, penyalahgunaan otiritas, korupsi
dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan sistematis terhada masyarakat yang
dilakukan beberapa pebisnis juga sering terjadi.
2.
Masih saja terjadi persaingan tidak sehat dan monpoli terhadap sektor-sektor
ekonomi dengan menggunakan teori konspirasi dimana-mana. Dalam skala global,
hal tersebut terjadi di beberapa Negara. Keadilan dan demokrasi ekonomi acap
dipaktekan dengan mendapat sokongan justru dari penguasa Negara. Kasus-kasus
actual, misalnya pemebebasan tanah utuk bisnis property.
3.
Kejahatan perbankan, keuangan (pasar modal) dan perpajakan juga sering
dilakukan oleh banyak orang. Penggelapan pajak, penipuan dengan kartu kredit
atau kejahatan maya (cyber crime), penyalahgunaan kredit, dan penggelapa pajak
sangat sulit diatasi, sebab selain masih rendahya penegakan hokum, etika bisnis
dan perilaku juga mengalami distorsi luar biasa.
4.
Mekanisme pengawasan dan penegakan hokum terhadap kegiatan bisnis bersekala
besar acap kali diabaikan oleh pemerintah, bahkan trlihat banyak oknum aparat
pemerintah melakukan konspirasi dan kolusi. Fenomena ini dapat dirasakan pada
kasus-ksus perbankan dan banyak kasus mega proyek. Sedikit NGO/LSM yang menaruh
perhatian penuh dalam mengawasi tindak kejahatan bisnis.
5.
Control lembaga legislatif (parlemen) juga sangat lemah, sebab ada juga anggota
parlemen tingkat pusat dan tingkat daerah yang ikut melakukan kejahatan bisnis,
atau sengaja membiarka terjadi tanpa ada upaya melaporkannya. Sebagian aparatur
pemerintah juga melakukan hal yang sama. Para penegak hukum (beberapa hakim,
jaksa,polisi dan pengacara) juga terlibat dalam kejahatan bisnis/ekonomi.
6.
Masih banyak pelaku bisnis yang tidak memiliki etika bisnis, da oknum
pemerintah banyak yang tidak memiliki etika dalam pembangunan ekonomi,
perdagangan dan korporasi. Prinsip-prinsip good corporate govermance juga belum
diterapkan secara pasti dan berkelanjutan, begitu pula supremasi hukum melalui law
enforcement. Teknolog pemantauan dan penangan kejahatan bisnis juga beum
emadai. Budaya malu dan hidup berkecukupan atau berlebihan secara jujur dan
bersih masih sedikit dimiliki oleh banyak orang.
BEBERAPA
SOLUSI PERMASALAH
ETIKA
BISNIS
1.
Untuk mengatasi kejahatan bisnis/ ekonomi yang terjadi seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan revolusi industri
perdagangan, perbankan dan khususnya korporasi, dalam skala global, sebaliknya
semua negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih memartabatkan kegiatan
ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud.
Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya untuk tetap konsisten
menjalankan sebuah misi penting, yaitu mewujudkan keadilan, kebenaran,
kejujuran, penegakan hukum, penegakan etika dan peningkatan rasa berkompetisi
secara fair, rasional dan berkemanusiaan.
2.
Pemerintah harus merancang sebuah pemikiran strategik mengenal politik
penanggulangan kesejahteraan bisnis secara rasional. LSM (NGO) yang menaruh
perhatian pernuh terhadap upaya penccegahan dan pemberantasan korupsi harus
tetap menekan pemerintah, terutama aparat penegak hukum untuk mengukum siapapun
seberat-beratnya bila mengganggu stabilitas ekonomi. Tindaka reprsif
sesungguhnya harus ditempuh untuk mengganjar para pelaku kejahatan bisnis/ekonomi
dalam skala besar.
3.
Untuk mecegah sekaligus memberantas kejahatan bisnis/ekonomi, sesuatu hal yang
signifikan, strategik dan fundamental harus diambil, yaitu dengan lebih dahulu
membenahi organisasi kekuasaan kehakiman, kejaksaan dan kepolisian sebagai
stakeholders utama dalam penegak hukum. Integritas moral, spiritual dan mental
para penegak hukum harus teruji. Tingkat kesejahteraan dan kelangsungan hidup
komunitas ini harus diperhatikan.
4.
Integritas moral pemerintah dan parlemen juga harus lebih baik, agar tidak
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam berbuat kejahatan
bisnis/ekonomi. Etika kekuasaan dan berpemerintahan harus dimiliki pemerintah
dan parlemen. Etika politik anggota-anggota DPR juga haruslah teruji untuk
tidak tergoda dengan menggunakan jabatan politik untik mem-backing pelaku
kejahatan bisnis.
5.
Etika bisnis harus dikampanyekan (disosialisasikan) oleh pemerintah dan LSM (NGO) secara berkelanjutan.
Etika bisnis juga harus diberikan sebagai kurikulum (mata ajaran) wajib pada
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang mendalami ilmu ekonomi, manajemen,
perdagangan, korporasi, perbankan dan keuangan, dan hal-hal yang berrkaitan
dengan itu.
6.
Prinsip-prinsip good corporate governance harus diterapkan pada semua
korporasi, baik milik asing, pemerintah, maupun swasta lokal. Para pelaku
bisnis/ekonomi hendaknya menyadari, bahwa di tangan mereka martabat dan
kemajuan bangsa dipertaruhkan.
Good
governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam
perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan
sudah seharusnya direspon positif oleh aparatur penyelenggaraan pemerintahan.
Good governance mengandung dua arti yaitu :
Menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance
mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pencapaian
visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan
kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan
administrasi negara yang bersangkutan.
Untuk
penyelenggaraan Good governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan.
Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal, yaitu:
- Logika, mengenai tentang benar
dan salah.
- Etika, mengenai tentang prilaku
baik dan buruk.
- Estetika, mengenai tentang
keindahan dan kejelekan.
Secara
etimologi, istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata
"Virtus" yang berarti keutamaan dan baik sekali, serta bahasa Yunani
yaitu kata "Arete" yang berarti utama. Dengan demikian etika
merupakan ajaran-ajaran tentang cara berprilaku yang baik dan yang benar.
Prilaku yang baik mengandung nilai-nilai keutamaan, nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan erat dengan hakekat dan kodrat manusia yang luhur. Oleh karena itu
kehidupan politik pada jaman Yunani kuno dan Romawi kuno, bertujuan untuk
mendorong, meningkatkan dan mengembangkan manifestasi-manifestasi unsur
moralitas. Kebaikan hidup manusia yang mengandung empat unsur yang disebut juga
empat keutamaan yang pokok (the four cardinal virtues) yaitu :
Kebijaksanaan,
pertimbangan yang baik (prudence).
- Keadilan
(justice).
- Kekuatan
moral, berani karena benar, sadar dan tahan menghadapi godaan (fortitude).
- Kesederhanaan
dan pengendalian diri dalam pikiran, hati nurani dan perbuatan harus sejalan
atau "catur murti" (temperance).
Pada
abad ke 16 dan 17 untuk mencapai perkembangan pribadi (personal development)
dan kebahagiaan (happiness) tersebut dianjurkan mengembangkan kekuataan jiwa
(animositas), kemurahan hati (generositas), dan keutamaan jiwa (sublimitas).
Dengan
demikian etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat
pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi
pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada
pembukaan UUD negara.
kalau
melihat sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat teoritis,
"mempertanyakan yang ada", sedangkan filsafat praktis,
"mempertanyakan bagaimana sikap dan prilaku manusia terhadap yang
ada". Dan filsafat etika. Oleh karena itu filsafat pemerintahan termasuk
dalam kategori cabang filsafat praktis. Filsafat pemerintahan berupaya untuk
melakukan suatu pemikiran mengenai kebenaran yang dilakukan pemerintahan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara mengacu kepada kaedah-kaedah atau nilai-nilai
baik formal maupun etis.
Dalam
ilmu kaedah hukum (normwissenchaft atau sollenwissenschaft) menurut Hans Kelsen
yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum
meliputi Kenyataan idiil (rechts ordeel) dan Kenyataan Riil (rechts
werkelijkheid). Kaedah merupakan patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang
"seharusnya". Proses terjadinya kaedah meliputi : Tiruan (imitasi)
dan Pendidikan (edukasi). Adapun macam-macam kaedah mencakup, Pertama : Kaedah
pribadi, mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain :
Kaedah
Kepercayaan, tujuannya adalah untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau hidup
beriman. meliputi: kaedah fundamentil (abstrak).
Contoh : manusia harus yakin
dan mengabdi kepada Tuhan YME. Dan kaedah aktuil (kongkrit).
Contoh : sebagai
umat islam, seorang muslim/muslimah harus sholat lima waktu.
Kaedah
Kesusilaan, tujuannya adalah untuk kebaikan hidup pribadi, kebaikan hati nurani
atau akhlak. Contoh : kaedah fundamentil, setiap orang harus mempunyai hati
nurani yang bersih. Sedangkan kaedah aktuilnya, tidak boleh curiga, iri atau
dengki.
1.
Code of Corporate and Business Conduct
Kode
Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business
Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance
(GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk
melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang
dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di
dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang
boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk
kategori pelanggaran hukum.
2.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan
pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan
memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang
bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham
(shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku
atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat
dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik
yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara
lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).
a.
Informasi rahasia
Seluruh
karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang
untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak.
Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut
berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan
untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan
yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang
sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan
dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak
lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik
dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan
transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi
rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan
pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan,
pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
b.
Conflict of interrest
Seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari
suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu
benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan
memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam
mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara
obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari
perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang
dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan
& pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam
benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara
detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan)
hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest)
tertentu, sebagai berikut :
1.
Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan
mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing
(competitor).
2.
Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3.
Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada
hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal
tersebut.
4.
Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau
kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang
masih ada hubungan keluarga .
5.
Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi
suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang
milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6.
Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan
pribadi.
7.
Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga
yang berhubungan dengan perusahaan.
8.
Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah
go public, yang merugikan pihak lain.
c.
Sanksi
Setiap
karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik
tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan
yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi
pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan
perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain
mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk
kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik
perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan
.Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu
dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang
independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya
pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan
perusahaan yang melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun
pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang
telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.
sumber
:
Jurnal
Keuangan & Perbankan (JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 – 58, ISSN :
1829-9865.
http://fahmibasyar.blogspot.com/2010/11/peranan-etika-bismis-dalam-penerapan.html
http://ayurai.dosen.narotama.ac.id/files/2012/07/etika-bisnis.jpg
http://pratamaindomitra.co.id/apa-itu-gcg-good-corporate-governance.html