Senin, 06 Januari 2014

ETIKA GOVERNANCE



Nama            : Dyah Nawang Wulan
NPM             : 22210228
Kelas             : 4EB09
Mata Kuliah  : Etika Profesi Akuntansi


PENGERTIAN GCG (Good Corporate Governance)

Menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.

PRINSIP-PRINSIP GCG

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada April 1998 telah mengembangkan The OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5 (lima) hal yaitu :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of shareholders)
2. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders)
3. Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
4. Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
5. Akuntabilitas Dewan Komisaris

PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG

1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.

2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest). Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4. Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6. Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7. Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.

Good Corporate Gorvenance Birokrasi dan Korporasi

Masalah-masalah praktis etika bisnis
1. Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan kecurangan bisnis yang dilakukan oleh banyak korporasi atau pelaku bisnis dannekonomi yang telah merugikan warga Negara, setidaknya dalam segi keuntungan financial (pajak) dan kepercayaan public terhadap peranan Negara (pemerintah) dalam mengawasi dinamika ekonomi, khususnya prosr produksi, eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dan pelestarian lingkungan hidup. Fenomena ini terjadi karena banyak korporasi, terutama para pemimpinnya tidak memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan, penyalahgunaan otiritas, korupsi dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan sistematis terhada masyarakat yang dilakukan beberapa pebisnis juga sering terjadi.

2. Masih saja terjadi persaingan tidak sehat dan monpoli terhadap sektor-sektor ekonomi dengan menggunakan teori konspirasi dimana-mana. Dalam skala global, hal tersebut terjadi di beberapa Negara. Keadilan dan demokrasi ekonomi acap dipaktekan dengan mendapat sokongan justru dari penguasa Negara. Kasus-kasus actual, misalnya pemebebasan tanah utuk bisnis property.

3. Kejahatan perbankan, keuangan (pasar modal) dan perpajakan juga sering dilakukan oleh banyak orang. Penggelapan pajak, penipuan dengan kartu kredit atau kejahatan maya (cyber crime), penyalahgunaan kredit, dan penggelapa pajak sangat sulit diatasi, sebab selain masih rendahya penegakan hokum, etika bisnis dan perilaku juga mengalami distorsi luar biasa.

4. Mekanisme pengawasan dan penegakan hokum terhadap kegiatan bisnis bersekala besar acap kali diabaikan oleh pemerintah, bahkan trlihat banyak oknum aparat pemerintah melakukan konspirasi dan kolusi. Fenomena ini dapat dirasakan pada kasus-ksus perbankan dan banyak kasus mega proyek. Sedikit NGO/LSM yang menaruh perhatian penuh dalam mengawasi tindak kejahatan bisnis.

5. Control lembaga legislatif (parlemen) juga sangat lemah, sebab ada juga anggota parlemen tingkat pusat dan tingkat daerah yang ikut melakukan kejahatan bisnis, atau sengaja membiarka terjadi tanpa ada upaya melaporkannya. Sebagian aparatur pemerintah juga melakukan hal yang sama. Para penegak hukum (beberapa hakim, jaksa,polisi dan pengacara) juga terlibat dalam kejahatan bisnis/ekonomi.

6. Masih banyak pelaku bisnis yang tidak memiliki etika bisnis, da oknum pemerintah banyak yang tidak memiliki etika dalam pembangunan ekonomi, perdagangan dan korporasi. Prinsip-prinsip good corporate govermance juga belum diterapkan secara pasti dan berkelanjutan, begitu pula supremasi hukum melalui law enforcement. Teknolog pemantauan dan penangan kejahatan bisnis juga beum emadai. Budaya malu dan hidup berkecukupan atau berlebihan secara jujur dan bersih masih sedikit dimiliki oleh banyak orang.

BEBERAPA SOLUSI PERMASALAH

ETIKA BISNIS

1. Untuk mengatasi kejahatan bisnis/ ekonomi yang terjadi seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan revolusi industri perdagangan, perbankan dan khususnya korporasi, dalam skala global, sebaliknya semua negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih memartabatkan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud. Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya untuk tetap konsisten menjalankan sebuah misi penting, yaitu mewujudkan keadilan, kebenaran, kejujuran, penegakan hukum, penegakan etika dan peningkatan rasa berkompetisi secara fair, rasional dan berkemanusiaan.

2. Pemerintah harus merancang sebuah pemikiran strategik mengenal politik penanggulangan kesejahteraan bisnis secara rasional. LSM (NGO) yang menaruh perhatian pernuh terhadap upaya penccegahan dan pemberantasan korupsi harus tetap menekan pemerintah, terutama aparat penegak hukum untuk mengukum siapapun seberat-beratnya bila mengganggu stabilitas ekonomi. Tindaka reprsif sesungguhnya harus ditempuh untuk mengganjar para pelaku kejahatan bisnis/ekonomi dalam skala besar.

3. Untuk mecegah sekaligus memberantas kejahatan bisnis/ekonomi, sesuatu hal yang signifikan, strategik dan fundamental harus diambil, yaitu dengan lebih dahulu membenahi organisasi kekuasaan kehakiman, kejaksaan dan kepolisian sebagai stakeholders utama dalam penegak hukum. Integritas moral, spiritual dan mental para penegak hukum harus teruji. Tingkat kesejahteraan dan kelangsungan hidup komunitas ini harus diperhatikan.

4. Integritas moral pemerintah dan parlemen juga harus lebih baik, agar tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam berbuat kejahatan bisnis/ekonomi. Etika kekuasaan dan berpemerintahan harus dimiliki pemerintah dan parlemen. Etika politik anggota-anggota DPR juga haruslah teruji untuk tidak tergoda dengan menggunakan jabatan politik untik mem-backing pelaku kejahatan bisnis.

5. Etika bisnis harus dikampanyekan (disosialisasikan)  oleh pemerintah dan LSM (NGO) secara berkelanjutan. Etika bisnis juga harus diberikan sebagai kurikulum (mata ajaran) wajib pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang mendalami ilmu ekonomi, manajemen, perdagangan, korporasi, perbankan dan keuangan, dan hal-hal yang berrkaitan dengan itu.

6. Prinsip-prinsip good corporate governance harus diterapkan pada semua korporasi, baik milik asing, pemerintah, maupun swasta lokal. Para pelaku bisnis/ekonomi hendaknya menyadari, bahwa di tangan mereka martabat dan kemajuan bangsa dipertaruhkan.

Good governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon positif oleh aparatur penyelenggaraan pemerintahan. Good governance mengandung dua arti yaitu :

Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.
Untuk penyelenggaraan Good governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal, yaitu:

  • Logika, mengenai tentang benar dan salah. 
  • Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
  • Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.

      Secara etimologi, istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata "Virtus" yang berarti keutamaan dan baik sekali, serta bahasa Yunani yaitu kata "Arete" yang berarti utama. Dengan demikian etika merupakan ajaran-ajaran tentang cara berprilaku yang baik dan yang benar. Prilaku yang baik mengandung nilai-nilai keutamaan, nilai-nilai keutamaan yang berhubungan erat dengan hakekat dan kodrat manusia yang luhur. Oleh karena itu kehidupan politik pada jaman Yunani kuno dan Romawi kuno, bertujuan untuk mendorong, meningkatkan dan mengembangkan manifestasi-manifestasi unsur moralitas. Kebaikan hidup manusia yang mengandung empat unsur yang disebut juga empat keutamaan yang pokok (the four cardinal virtues) yaitu :
Kebijaksanaan, pertimbangan yang baik (prudence).

  • Keadilan (justice). 
  • Kekuatan moral, berani karena benar, sadar dan tahan menghadapi godaan (fortitude). 
  • Kesederhanaan dan pengendalian diri dalam pikiran, hati nurani dan perbuatan harus sejalan atau "catur murti" (temperance).

Pada abad ke 16 dan 17 untuk mencapai perkembangan pribadi (personal development) dan kebahagiaan (happiness) tersebut dianjurkan mengembangkan kekuataan jiwa (animositas), kemurahan hati (generositas), dan keutamaan jiwa (sublimitas).

Dengan demikian etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.
kalau melihat sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat teoritis, "mempertanyakan yang ada", sedangkan filsafat praktis, "mempertanyakan bagaimana sikap dan prilaku manusia terhadap yang ada". Dan filsafat etika. Oleh karena itu filsafat pemerintahan termasuk dalam kategori cabang filsafat praktis. Filsafat pemerintahan berupaya untuk melakukan suatu pemikiran mengenai kebenaran yang dilakukan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengacu kepada kaedah-kaedah atau nilai-nilai baik formal maupun etis.

Dalam ilmu kaedah hukum (normwissenchaft atau sollenwissenschaft) menurut Hans Kelsen yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum meliputi Kenyataan idiil (rechts ordeel) dan Kenyataan Riil (rechts werkelijkheid). Kaedah merupakan patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang "seharusnya". Proses terjadinya kaedah meliputi : Tiruan (imitasi) dan Pendidikan (edukasi). Adapun macam-macam kaedah mencakup, Pertama : Kaedah pribadi, mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain :
Kaedah Kepercayaan, tujuannya adalah untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau hidup beriman. meliputi: kaedah fundamentil (abstrak).
Contoh : manusia harus yakin dan mengabdi kepada Tuhan YME. Dan kaedah aktuil (kongkrit).
Contoh : sebagai umat islam, seorang muslim/muslimah harus sholat lima waktu.

Kaedah Kesusilaan, tujuannya adalah untuk kebaikan hidup pribadi, kebaikan hati nurani atau akhlak. Contoh : kaedah fundamentil, setiap orang harus mempunyai hati nurani yang bersih. Sedangkan kaedah aktuilnya, tidak boleh curiga, iri atau dengki.

1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.

2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest).

a. Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

b. Conflict of interrest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4. Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6. Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7. Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.

c. Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.


sumber :
Jurnal Keuangan & Perbankan (JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 – 58, ISSN : 1829-9865.
http://fahmibasyar.blogspot.com/2010/11/peranan-etika-bismis-dalam-penerapan.html
http://ayurai.dosen.narotama.ac.id/files/2012/07/etika-bisnis.jpg
http://pratamaindomitra.co.id/apa-itu-gcg-good-corporate-governance.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar